Resume Pertemuan Ke-10 Gelombang 26
Kiat Menulis Cerita Fiksi
Oleh : Indriwahyuni
Pertemuan : 10
Hari / Tanggal : Rabu / 8-6-2022
Materi : Kiat Menulis Cerita Fiksi
Narasumber : Sudomo, S. Pt.
Moderator : Sigid Purwo Nugroho
Alhamdulillah bertemu kembali dalam kegiatan Belajar Menulis pertemuan kesepuluh. Untuk resume pertemuan ini saya akan mencoba membuatnya dalam bentuk cerita fiksi dengan mengaitkan cerita pada materi Kiat Menulis Cerita Fiksi.
Saya akan membuat premis ceritanya terlebih dahulu untuk mempermudah alur cerita. Premis cerita yang akan saya buat adalah Kinanti gadis 20 tahun yang sedang berjuang agar novelnya disetujui penerbit. Adapun rincian premisnya adalah sebagai berikut :
Tokoh : Kinanti dan Novelis terkenal
(Narasumber Pak Sudomo S. Pt saya jadikan tokoh fiksi sebagai novelis terkenal yang memberi nasehat dan pengalaman-pengalaman nya kepada Kinanti.
Tantangan : Berjuang
Resolusi : Novel disetujui penerbit.
Seperti apa cerita tentang Kinanti gadis 20 tahun yang sedang berjuang agar novelnya disetujui penerbit. Simak cerita di bawah ini.
Novel Kinanti
Disudut kantor penerbit Bianglala tampak seorang gadis duduk termenung sedih. Ia membolak-balik tumpukan kertas hvs yang entah berisi tulisan apa. Berulang-ulang ia membacanya. Seperti tanda ketidakpuasan atas segala keputusan. Sesekali ia membubuhkan tulisan di tumpukan kertas itu.
Wajahnya yang tampak begitu sedih. Terlihat air mata tiba-tiba menetes di pipinya. Untuk menutupi kesedihannya, dengan kerudung corak bunga ia menghapus air mata yang menetes di pipinya. Ia masih duduk sambil sesekali menatap ruangan di seberang dengan pintu yang terbuka. Ruang tersebut di kaca depan tertulis ruang editor.
Langkahnya begitu berat, Kinanti keluar dari kantor itu dengan menjinjing map yang berisi tumpukan kertas yang tadi telah baca dan tulisi beberapa kali. Di depan kantor, tiba-tiba ada laki-laki paruh baya menyapa Kinanti. Laki-laki paruh baya itu sudah mengamati tingkah laku Kinanti saat di dalam gedung.
"De, apa yang terjadi hari ini, kau tampak sedih? ", tanya laki-laki paruh baya itu.
" Ini pak, berkas ajuan novel ku tidak diterima editor pak. ", dengan suara sendu Kinanti pun menceritakan hal yang sedang dialaminya kepada laki-laki paruh baya itu.
" Bolehkah Bapak membaca berkas novel mu, De? ", laki-laki paruh baya itu menawarkan bantuan untuk diskusi.
" Dengan senang hati, Pak. ", Kinanti tak banyak pikir menyerah berkas novelnya untuk dibaca lelaki paruh baya itu. Karena sebuah kebanggaan buat Kinanti saat ada orang yang ingin membaca hasil karyanya.
Lelaki paruh baya itu mengajak Kinanti duduk di taman gedung penerbit. Taman gedung penerbit yang tampak asri disertai dengan fasilitas beberapa tempat duduk dan meja unik model batang kayu. Taman ini adalah fasilitas gedung yang dibuat untuk pegawai gedung dan pengunjung untuk beristirahat, diskusi, bahkan menyelesaikan pekerjaan. Disaksikan taman yang asri, Kinanti dan lelaki paruh baya tampak berdiskusi.
"De, berkas novel ini sangat bagus! ", puji lelaki paruh baya itu. Wajah Kinanti yang tadi tampak sedih, berangsur-angsur ceria.
" Namun de, ada beberapa yang harus diperbaiki. ", lanjut lelaki paruh baya itu.
" Apa pak yang harus saya perbaiki? ", dengan hati yang bersemangat Kinanti bertanya pada lelaki paruh baya itu.
Tiba-tiba pelayan kantin gedung mendekati. Pelayan kantin memang setiap 15 menit sekali selalu berkeliling di taman menawari pengunjung taman jika ada yang ingin memesan makanan. Kantin gedung tak jauh tempatnya dari taman. Kantin terletak di sebelah barat taman. Terlihat bacaan kantin inspirasi di sebelah barat dari tempat duduk Kinanti dan lelaki paruh baya itu.
"Bapak pesen kopi dan roti. ", jawab lelaki paruh baya kepada pelayan kantin.
" Ayo de, mau pesen apa, Bapak traktir! ", lanjut lelaki paruh baya menawarkan traktiran kepada Kinanti.
Dengan tersipu malu, Kinanti pun memesan makanan.
" Aku pesen jus mangga, dan donut aja. " Sambil tersenyum Kinanti mengatakan pesanannya kepada pelayan.
"Terima kasih pak, aku sudah ditraktir. " Kata Kinanti dengan wajah bahagia.
Kesedihan nya tadi berangsur-angsur hilang.
Tampak laki-laki paruh baya itu mengeluarkan buku catatan kecilnya dan pulpen yang ada di sakunya. Tetapi sebelum ia menulis sesuatu, tiba-tiba laki-laki paruh baya itu bertanya beberapa hal kepada Kinanti.
"De, siapa namamu? Sedari tadi kita berbincang tapi kita tak tahu nama masing-masing. ", ungkap lelaki paruh baya yang melanjutkan ingin berkenalan.
" Aku Kinanti pak, aku tinggal di Jalan Gatot Subroto. Kalau Bapak siapa? ", lanjut Kinanti pun penasaran ingin berkenal juga.
" Nama Bapak adalah Pak Sudomo. Bapak teringat mendiang anak bapak. Mungkin jika masih ada, pasti seusia mu De. ", lelaki paruh baya itu menjelaskan dengan raut wajah yang tampak sedih.
" Bapak tadi langsung menyapa mu. Anak bapak pun senang menulis novel seperti mu. Bolehkah bapa menjelaskan sesuatu tentang cerita fiksi. ", dengan semangat Pak Sudomo membantu Kinanti.
" Dengan senang hati Pak. Itu yang ku nanti dari tadi. ", jawab Kinanti semangat.
Pak Sudomo menulis sesuatu di buku catatan kecilnya dan menjelaskannya kepada Kinanti.
Pak Sudomo menulis peta konsep tentang cerita fisik kepada Kinanti. Pak Sudomo menceritakan bentuk, syarat belajar, alasan, unsur pembangun, dan kiat dari cerita fisik. Tampak Kinanti mengajukan beberapa pertanyaan kepada Pak Sudomo, dan mencatatnya di buku catatan.
"Terima kasih pak, atas ilmu dan pengalamannya. Saya sekarang mengerti mengapa berkas novel saya ini ditolak penerbit. ", ucap Kinanti kepada Pak Sudomo.
" Semangat ya, Nak! Perbaiki dan segera ajukan kembali ke editor. Karena kamu berbakat menurut Bapak. ", Pak Sudomo menyemangati Kinanti.
Tiba-tiba pelayan kantin mengantarkan pesanan Kinanti dan Pak Sudomo. Pak Sudomo membayar pesanan tersebut. Setelah makanan dan minuman nya habis, Pak Sudomo pamit pulang karena ada acara lainnya. Kinanti sangat berterima kasih kepada Pak Sudomo.
Dua hari kemudian Kinanti mencoba datang kembali ke gedung penerbit dan menemui editor. Setelah sebelumnya memperbaiki berkas novelnya sesuai saran Pak Sudomo. Setelah beberapa menit dibaca editor. Berkas novel Kinanti ditanda tangan editor. Kinanti pun bahagia dan bersyukur. Setelah melakukan perjanjian Kinanti pulang. Terkejut Kinanti saat lihat foto dan nama Pak Sudomo tertempel di tembok sebelah kiri pintu keluar. Tertulis di foto itu editor dan novelis. "Wah ternyata Pak Sudomo adalah editor dan novelis senior. Beruntung aku bertemu dengannya. Mudah-mudahan aku bisa bertemu dengannya kembali lain waktu. ", gumam Kinanti dalam hatinya.
Nah, Teman-teman sahabat pena Belajar Menulis ini resume saya pada pertemuan ini. Semoga bermanfaat. Terima kasih Pak Sudomo, S. Pt. dan Pak Sigid atas ilmu dan pengalaman nya.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
drie_diary
Bandung
9-6-2022
Mantap ๐๐ salam literasi
BalasHapusTerima kasih miss
BalasHapusBagus sekali
BalasHapusTerima kasih ibu masih belajar๐๐๐
HapusKeren. Lanjutkan berkarya
BalasHapusTerima kasih masih belajar ibu๐๐๐
BalasHapusKeren, langsung aksi nyata
BalasHapusTerima kasih ibu, masih belajar๐๐๐
BalasHapus